ZMedia Purwodadi

Cerita Tentang Aku, Kamu, Kita. Dan Jingganya Senja. - Cerpen Bahasa Indonesia

Table of Contents

Biar kuceritakan sedikit kisah tentangku dan dia, tentang bagaimana nyamannya sebuah kebersamaan, tentang bagaimana indahnya cinta monyet sewaktu SMA, dan sedikit rasa pedih saat ditinggalkan.

Namaku Adi, saat ini aku adalah seorang pelajar kelas 12 di SMA Harapan. Iya, harapan. Dengan slogannya " Lebih baik tidak sama sekali daripada hanya diberi harapan." Entahlah, mungkin pendiri sekolah ini dulu korban PHP. Oh ya, aku memiliki seorang adik kelas 10, namanya Putri. Dia perempuan yang baik, sederhana. Dan jika kau memintaku menjelaskan tentangnya, akan kujawab dengan satu kalimat.

" Dia memang sederhana, tapi memberikan rasa nyaman tiap kali kutatap matanya."

Ah, hubungan kami? Aku dan Putri hanya sebatas sahabat. Iya sahabat. Jujur kukatakan, memang sempat beberapa kali tumbuh perasaan cinta. Bukan tanpa alasan tentunya. Bagiku, dia sangat perhatian padaku, meski hanya pada hal-hal yang sepele.

Pernah saat itu Putri ngambek seharian. Alasannya? Karena aku mengeluh sakit maag, aku engga sarapan sebelum berangkat sekolah. Astaga. Tahu gitu lebih baik tak kuceritakan padanya ya, tapi aku suka itu. Aku suka saat dia marah karena khawatir tentangku, meski kadang sedikit merepotkan sih. Ah, apakah aku menyukainya ? Atau aku sudah mencintainya ? Sebuah pertanyaan klasik namun tetap saja kurasa kesulitan untuk menjawabnya. Haruskah kuutarakan perasaanku padanya? Tapi bagaimana jika ia menolakku? Aku tak takut jika dia menolakku karena dia memang tak cinta, yang kutakutkan adalah ketika kuungkapkan rasa ini, dan ternyata dia menjauh, persahabatan yang selama ini ada akan hancur. Aku tak ingin semua itu menjadi kisah yang hanya abadi dalam kenangan. Haah... kenapa cinta bisa serumit ini? Besok saja kupikirkan, mungkin bisa kutemukan solusi dari semua konflik batin ini.

Pagi itu aku baru sampai di sekolah dengan mata yang masih sedikit merah karena begadang semalam. Tiba-tiba Putri menepuk pundakku.

"Selamat pagi kak Adi," sapanya dengan senyuman yang sedikit mampu menghilangkan intensitas rasa kantukku.

"Pagi juga put." jawabku dengan tenaga seadanya.

"Lemes gitu ya jawabnya, matanya juga merah... semalem kau begadang ?" tanyanya.

Dia memang selalu tau aku.

"Hehehe, iya put. Ngerjain editan video aku, numpuk." jawabku.

Masih dengan nada khawatir dan sedikit menasehati dia berkata : "Yaelah, ngedit video boleh aja, tapi inget waktu dong. Jangan sampai begadang, nanti kau sakit kan makin numpuk lagi dong editannya."

"Iya-iya bawel." Dan seketika bel masuk berbunyi. Memaksaku mengakhiri obrolan ini.

Saat dikelas kembali terbayang pertanyaan itu, haruskah aku nembak Putri? Ah, bagaimana jika dia juga memiliki rasa yang sama? Dan tepat saat guru jam pelajaran pertama memasuki kelas kuputuskan, aku akan menyatakan rasa ini padanya. Seminggu lagi dari sekarang, tepat tanggal 9. 3 hari setelah hari ulang tahunnya.

Dan hari ini pun tiba, tepat tanggal 9 seperti yang kurencanakan. Sekarang pukul 16.50. Saat-saat dimana senja mulai menutupi halaman dan bagian depan sekolahku dengan jingganya. Bukan, kami tidak sedang fullday school, aku sedang menunggu Putri karena ia ada rapat pengurus OSIS. Tak ada bunga, coklat atau cincin. Ah, sama sekali engga romantis pikirku, tapi setidaknya kuungkapkan dulu rasaku, baru sisanya menyusul. Saat sedang sibuk sibuknya aku berusaha menenangkan detak jantungku, sedikit terdengar riuh dari ruang rapat pengurus OSIS. Karena penasaran, akhirnya kumencoba mengintip dari jendela. Kulihat Putri dan Yoga, salah satu sahabatku dikelilingi anggota OSIS lain sambal meneriakkan "Terima .. terima .." berulang kali. Aku mulai diam dengan debaran detak jantung yang nyatanya tak mau diam. 

Kucoba melihat lebih jelas, memposisikan diri agar semua kegelisahan ini berakhir. Yoga dengan posisis berlutut sambil memegang bunga kearah Putri. Sungguh dalam hati ingin rasanya kukacaukan momen itu. Namun semua kuurungkan begitu kulihat dengan sangat jelas Putri mengangguk. Ia mengangguk sambil mengambil bunga yang dipegang Yoga.

Pernahkah kalian merasakan emosi memuncak dan kalian dipaksa untuk pasrah? Saat dimana kecewa sudah pada batasnya? Percayalah, sekarang aku sedang merasakannya. Kusesalkan padamu sahabatku, kenapa kita jatuh cinta pada orang yang sama? Aku pasrah. Aku menyerah. Bersama dengan tenggelamnya senja hari ini kubiarkan semua kisah tentang aku dan kamu yang kuharap menjadi kita, abadi dalam kenangan.

3 bulan setelah kejadian itu, aku mulai berusaha menata rindu rindu yang baru, meski tanpa Putri. Dan kurasa mereka terlihat bahagia, ah semoga langgeng.

Memang semua salahku, aku yang terlalu takut untuk mengambil resiko, aku yang tak pernah bisa melihat cinta dimatamu lebih awal, dan yang paling kusesalkan adalah aku yang masih tak mampu menghilangkan senyum itu. Senyuman yang dulu pernah membuatku bahagia, membuatku ikut tersenyum, hingga akhirnya kupaksa hilang dari pikiranku. Kesalahanku menjadikanmu alasan dari segala rindu. Tapi tenang saja, bekas luka bukan alasnku untuk melupakanmu. Kuingatkan selalu pada diriku yang sekarang untuk jangan terlalu ragu-ragu dan lebi berani untuk mengungkapkan perasaan.

Penyesalan memang selalu datang terlambat. Pesanku, kalau memang suka ya bilang, jangan sampai kamu kehilangan bahkan sebelum sempat memiliki. Jangan ragu-ragu. Setidaknya kita sudah mengungkapkan perasaan, kalau soal dia yang membalas atau tidak itu urusan belakangan.

Baca artikel lainnya di:

http://bit.ly/2IUDclI
http://bit.ly/3nBs10f

Post a Comment

ICloudice.com

Your description here.